Scan barcode
A review by renpuspita
The Rose and the Dagger by Renée Ahdieh
adventurous
lighthearted
medium-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
2.75
Ending cerita yang "oh..gitu doang?" :|
Gue mengira awalnya karena The Rose and The Dagger ini adalah penutup dari duologi kisah cinta Shahrzard dan Khalid maka gue akan mendapatkan kisah yang sangat epic atau minimal penuh dengan sihir dan semacamnya. Sayangnya, mungkin karena kisah cintanya udah ditulis sedemikian rupa di buku pertama jadinya di buku ini gue berasa kayak yang biasa aja gitu lho. Gue merasa ini mungkin Renee Ahdieh ingin bikin trilogy tapi editornya bilang "udah bikin jadi duology aja", yang akhirnya membuat buku ini dikatakan jelek engga, tapi bagus juga engga.
Gue mengira akan ada kemampuan Sharzhad atau Shazi dalam memakai sihirnya, tapi ternyata sihirnya pun hanya terbatas memakai permadani terbang. Tidak dijelaskan secara rinci darimana kemampuan sihir Shazi berasal, yang meski pembaca tahu bahwa sihirnya Shazi itu diwariskan dari Jahandar tapi tidak jelas juga asal mula sihir Jahandar. Bahkan penggunaan kitab berbahaya milik Jahandar pun hanya begitu saja. Berharap ada adegan perang epic antara Khorasan dan Parthia? Siap - siap kecewa karena penulisannya juga seakan ga niat. Manuver politik yang sangat sederhana, pengkhianatan yang sudah bisa ditebak juga dll. Bahkan adegan yang gue harapkan antara Khalid dan Tariq untuk mengakhiri permusuhan mereka karena kedua pemuda ini sama - sama mencintai Shazi juga yang biasa aja. Apakah kutukan Khalid sudah musnah juga tidak dijelaskan dengan baik. Begitu banyak pergantian adegan antara bab yang ditulis dengan kurang mulus dan bikin gue menduga - duga apa ada bagian cerita yang dihapus supaya seriesnya cukup jadi duology saja.
Intinya buku ini ya.. BIASA AJA.
Lucunya, gue lebih menyukai baca karakter - karakter pendukung di buku ini ketimbang karakter utamanya. Gue menyukai Irsa dan juga sedikit kisah cintanya dengan Rahim. Gue suka baca adegan Syeikh Omar yang bijaksana dan bahkan Despina sendiri pun cukup mencuri sedikit fokus cerita. Untuk Tariq, sejak awal gue emang udah kayak "loe apaan sih ga jelas", apalagi dengan sikap posesifnya ke Shazi. Khalid ya...gue udah tahu dia sejak di buku pertama jadi karakterisasinya di buku ini hanya kayak kelanjutan dari buku pertama. Mungkin pembaca lain bakal klepek2 baca Khalid yang ooo sangat mencintai Shazi. Jadi gue merasa emang Renee Ahdieh ini lebih fokus ke perkembangan karakter Khalid ketimbang Shazi. Shazi sendiri justru menurut gue adalah karakter paling lemah di buku ini. Dia ini karakter utama, tapi gue ga merasakan ada sesuatu yang membuat gue bisa terkoneksi sama Shazi. Bagi gue Shazi hanya terdiri atas emosi marah, tergesa - gesa dan sedikit arogan mungkin karena posisinya sebagai Khalifa Khorasan. Tapi selain itu ya tidak ada yang benar - benar membuat Shazi memorable buat gue.
Duologi The Wrath and The Dawn dan The Rose and the Dagger mungkin cocok untuk penggemar YA fantasy romantis yang lebih berat di romansanya ketimbang fantasynya. Sayangnya, meski gue pembaca romance sekalipun gue ga merasakan romansa yang membunga - bunga dari buku ini dan bahkan cenderung biasa saja. Trope enemy to lovernya sejak awal memang kurang dieksekusi dengan baik dan banyak mengandalkan insta-lust/insta-love ketimbang slow burn (I mean, di hari ketiga mereka menikah Shazi udah bertanya-tanya mau dicium Khalid atau engga itu apa namanya kalau bukan insta-lust?). Kalau kamu cari YA fantasy rom yang ringan - ringan aja dengan setting Timur Tengah dan mengambil inspirasi dari Kisah 1001 Malam, mungkin duologi ini akan cocok. Sayangnya, gue udah baca buku lain yang juga terinpirasi dari Kisah 1001 Malam dan bahkan ada love trianglenya, tapi ditulisnya jauh lebih bagus daripada kisah Khalid dan Shazi.
Gue mengira awalnya karena The Rose and The Dagger ini adalah penutup dari duologi kisah cinta Shahrzard dan Khalid maka gue akan mendapatkan kisah yang sangat epic atau minimal penuh dengan sihir dan semacamnya. Sayangnya, mungkin karena kisah cintanya udah ditulis sedemikian rupa di buku pertama jadinya di buku ini gue berasa kayak yang biasa aja gitu lho. Gue merasa ini mungkin Renee Ahdieh ingin bikin trilogy tapi editornya bilang "udah bikin jadi duology aja", yang akhirnya membuat buku ini dikatakan jelek engga, tapi bagus juga engga.
Gue mengira akan ada kemampuan Sharzhad atau Shazi dalam memakai sihirnya, tapi ternyata sihirnya pun hanya terbatas memakai permadani terbang. Tidak dijelaskan secara rinci darimana kemampuan sihir Shazi berasal, yang meski pembaca tahu bahwa sihirnya Shazi itu diwariskan dari Jahandar tapi tidak jelas juga asal mula sihir Jahandar. Bahkan penggunaan kitab berbahaya milik Jahandar pun hanya begitu saja. Berharap ada adegan perang epic antara Khorasan dan Parthia? Siap - siap kecewa karena penulisannya juga seakan ga niat. Manuver politik yang sangat sederhana, pengkhianatan yang sudah bisa ditebak juga dll. Bahkan adegan yang gue harapkan antara Khalid dan Tariq untuk mengakhiri permusuhan mereka karena kedua pemuda ini sama - sama mencintai Shazi juga yang biasa aja. Apakah kutukan Khalid sudah musnah juga tidak dijelaskan dengan baik. Begitu banyak pergantian adegan antara bab yang ditulis dengan kurang mulus dan bikin gue menduga - duga apa ada bagian cerita yang dihapus supaya seriesnya cukup jadi duology saja.
Intinya buku ini ya.. BIASA AJA.
Lucunya, gue lebih menyukai baca karakter - karakter pendukung di buku ini ketimbang karakter utamanya. Gue menyukai Irsa dan juga sedikit kisah cintanya dengan Rahim. Gue suka baca adegan Syeikh Omar yang bijaksana dan bahkan Despina sendiri pun cukup mencuri sedikit fokus cerita. Untuk Tariq, sejak awal gue emang udah kayak "loe apaan sih ga jelas", apalagi dengan sikap posesifnya ke Shazi. Khalid ya...gue udah tahu dia sejak di buku pertama jadi karakterisasinya di buku ini hanya kayak kelanjutan dari buku pertama. Mungkin pembaca lain bakal klepek2 baca Khalid yang ooo sangat mencintai Shazi. Jadi gue merasa emang Renee Ahdieh ini lebih fokus ke perkembangan karakter Khalid ketimbang Shazi. Shazi sendiri justru menurut gue adalah karakter paling lemah di buku ini. Dia ini karakter utama, tapi gue ga merasakan ada sesuatu yang membuat gue bisa terkoneksi sama Shazi. Bagi gue Shazi hanya terdiri atas emosi marah, tergesa - gesa dan sedikit arogan mungkin karena posisinya sebagai Khalifa Khorasan. Tapi selain itu ya tidak ada yang benar - benar membuat Shazi memorable buat gue.
Duologi The Wrath and The Dawn dan The Rose and the Dagger mungkin cocok untuk penggemar YA fantasy romantis yang lebih berat di romansanya ketimbang fantasynya. Sayangnya, meski gue pembaca romance sekalipun gue ga merasakan romansa yang membunga - bunga dari buku ini dan bahkan cenderung biasa saja. Trope enemy to lovernya sejak awal memang kurang dieksekusi dengan baik dan banyak mengandalkan insta-lust/insta-love ketimbang slow burn (I mean, di hari ketiga mereka menikah Shazi udah bertanya-tanya mau dicium Khalid atau engga itu apa namanya kalau bukan insta-lust?). Kalau kamu cari YA fantasy rom yang ringan - ringan aja dengan setting Timur Tengah dan mengambil inspirasi dari Kisah 1001 Malam, mungkin duologi ini akan cocok. Sayangnya, gue udah baca buku lain yang juga terinpirasi dari Kisah 1001 Malam dan bahkan ada love trianglenya, tapi ditulisnya jauh lebih bagus daripada kisah Khalid dan Shazi.
Graphic: Confinement, Death, Blood, Kidnapping, Murder, War, and Injury/Injury detail