Scan barcode
A review by tsamarah
Duh, Katanya Aku Harus Bekerja Keras by Ha Wan
4.0
Duh, Katanya Aku Harus Bekerja Keras merupakan karya non-fiksi yang ditulis oleh Ha Wan, yang berisi tentang esai-esai berdasarkan pengalaman dan perjalanan hidup penulis selama dia bekerja. Karya non-fiksi ini merupakan salah satu karya yang cukup menarik, baik dari segi topik yang diberikan maupun gaya penulisan yang digunakan oleh penulis.
Berbicara tentang tema, sekumpulan esai ini tidak sepenuhnya saya anggap sebagai sebuah cerita motivasi diri, tetapi sebatas cerita-cerita pengalaman yang erat keterkaitannya terhadap realita yang ada, khususnya di zaman modern ini, mengenai pentingnya bekerja dan dorongan apa yang "memaksa" kita harus bekerja keras—Ha Wan secara tegas bersikukuh dalam penekanannya tentang kebutuhan finansial dan kebutuhan spiritual, memberikan gambaran yang luas mengenai lika-liku pergulatan sebagai seorang karyawan dan pekerja lepas di balik keuntungan yang masing-masing mereka miliki; penulis tidak condong untuk mengagungkan mana yang lebih baik, tetapi menuturkan bahwa setiap pilihan kerja akan ada risiko yang tinggi untuk kesejahteraan diri.
Dan menurut saya, apa yang disampaikan memang betul mencerminkan apa yang terjadi dalam dunia kerja sekarang; kenyamanan kehidupan finansial, sekuritas akan kesejahteraan diri maupun keluarga merupakan tolak ukur utama untuk bertahan di satu karir meskipun adanya kekurangan yang cukup jelas. Sedangkan berpindah haluan, terutama menjadi pekerja lepas, memiliki risiko yang lebih tinggi dan belum tentu membantu di kemudian hari. Realita yang sangat prihatin, apalagi... begitulah.
Beralih ke gaya penulisan, Ha Wan menyajikan esai dengan penulisan yang komunikatif seolah penulis sedang mengajak pembaca untuk mengobrol atau berdiskusi, sehingga topik yang disampaikan mampu terpatri tanpa terkesan membosankan. Selain itu, penggunaan ilustrasi hasil karya tangan sendiri menambah daya tarik dan dinamika yang menarik tentang esai tersebut, berfungsi juga untuk menyimpulkan inti setiap bab dalam buku tersebut.
Seperti halnya kumpulan esai kebanyakan, kekurangan buku ini terletak pada pengulangan tema yang terus menerus yang sebetulnya mungkin dapat dipangkas menjadi hanya 5 - 15 bab, bukan berpuluh bab yang terbagi dalam beberapa bagian. Hal ini dikarenakan hampir setiap bab memiliki inti yang mirip sampai beberapa kali merasa deja vu ketika membacanya.
Namun demikian, apakah buku ini masih layak dibaca? Tentunya. Duh, Katanya Aku Harus Bekerja Keras cocok dibaca untuk orang-orang yang kini sedang berada di atas "jembatan hdup", yang sedang di ambang menentukan arah petualangan selanjutnya—sebagai validasi bahwa pilihan mereka tersebut tidak salah dan akan mendapatkan titik terang selama perjalanan.
Berbicara tentang tema, sekumpulan esai ini tidak sepenuhnya saya anggap sebagai sebuah cerita motivasi diri, tetapi sebatas cerita-cerita pengalaman yang erat keterkaitannya terhadap realita yang ada, khususnya di zaman modern ini, mengenai pentingnya bekerja dan dorongan apa yang "memaksa" kita harus bekerja keras—Ha Wan secara tegas bersikukuh dalam penekanannya tentang kebutuhan finansial dan kebutuhan spiritual, memberikan gambaran yang luas mengenai lika-liku pergulatan sebagai seorang karyawan dan pekerja lepas di balik keuntungan yang masing-masing mereka miliki; penulis tidak condong untuk mengagungkan mana yang lebih baik, tetapi menuturkan bahwa setiap pilihan kerja akan ada risiko yang tinggi untuk kesejahteraan diri.
Dan menurut saya, apa yang disampaikan memang betul mencerminkan apa yang terjadi dalam dunia kerja sekarang; kenyamanan kehidupan finansial, sekuritas akan kesejahteraan diri maupun keluarga merupakan tolak ukur utama untuk bertahan di satu karir meskipun adanya kekurangan yang cukup jelas. Sedangkan berpindah haluan, terutama menjadi pekerja lepas, memiliki risiko yang lebih tinggi dan belum tentu membantu di kemudian hari. Realita yang sangat prihatin, apalagi... begitulah.
Beralih ke gaya penulisan, Ha Wan menyajikan esai dengan penulisan yang komunikatif seolah penulis sedang mengajak pembaca untuk mengobrol atau berdiskusi, sehingga topik yang disampaikan mampu terpatri tanpa terkesan membosankan. Selain itu, penggunaan ilustrasi hasil karya tangan sendiri menambah daya tarik dan dinamika yang menarik tentang esai tersebut, berfungsi juga untuk menyimpulkan inti setiap bab dalam buku tersebut.
Seperti halnya kumpulan esai kebanyakan, kekurangan buku ini terletak pada pengulangan tema yang terus menerus yang sebetulnya mungkin dapat dipangkas menjadi hanya 5 - 15 bab, bukan berpuluh bab yang terbagi dalam beberapa bagian. Hal ini dikarenakan hampir setiap bab memiliki inti yang mirip sampai beberapa kali merasa deja vu ketika membacanya.
Namun demikian, apakah buku ini masih layak dibaca? Tentunya. Duh, Katanya Aku Harus Bekerja Keras cocok dibaca untuk orang-orang yang kini sedang berada di atas "jembatan hdup", yang sedang di ambang menentukan arah petualangan selanjutnya—sebagai validasi bahwa pilihan mereka tersebut tidak salah dan akan mendapatkan titik terang selama perjalanan.