Scan barcode
A review by kaizenkai
Cantik itu Luka by Eka Kurniawan
4.0
Entah mengapa, saya banyak "tertawa" selama membaca buku ini. Tertawa akan bagaimana penulis berani mengkritik sosial dengan tajam. Tentu, saya juga bersedih dengan bagaimana nasib para wanita di sini.
Saya akui, mas Eka salah satu diantara penulis yang bikin saya ketagihan baca karyanya yang lain setelah membaca 1 karyanya. Awalnya, hanya sekadar fomo dan berpikir bahwa ini bacaan yang cukup ringan. Tapi rupanya...hampir dnf dengan "keberanian" isi cerita yang dibawakan.
Tema yang berat dan eksplisit ini juga rasanya jelas saja kalau tidak dapat dinikmati berbagai kalangan/umur, namun gaya bahasa dan karakter yang kompleks cukup membuat saya akhirnya terus berjuang menamatkan Cantik Itu Luka.
Jujur, saya sudah berharap kalau Kamerad Kliwon menjadi salah satu pria yang waras, tapi...ah sudahlah wkwk. Di samping itu, saya sangat terkejut dengan Krisan, sang anak, yang luar biasa bejatnya. Memang benar, seharusnya Kinkin mengirim Krisan ke alam akhirat lebih cepat.
Dalam bukunya, saya setuju dengan makna "Cantik itu Luka". Bagaimana peran Dewi Ayu dengan kecantikannya yang tak lagi menjadi standar, tapi juga mampu menjadi alat 'kontrol sosial'
Saya akui, mas Eka salah satu diantara penulis yang bikin saya ketagihan baca karyanya yang lain setelah membaca 1 karyanya. Awalnya, hanya sekadar fomo dan berpikir bahwa ini bacaan yang cukup ringan. Tapi rupanya...hampir dnf dengan "keberanian" isi cerita yang dibawakan.
Tema yang berat dan eksplisit ini juga rasanya jelas saja kalau tidak dapat dinikmati berbagai kalangan/umur, namun gaya bahasa dan karakter yang kompleks cukup membuat saya akhirnya terus berjuang menamatkan Cantik Itu Luka.
Jujur, saya sudah berharap kalau Kamerad Kliwon menjadi salah satu pria yang waras, tapi...ah sudahlah wkwk. Di samping itu, saya sangat terkejut dengan Krisan, sang anak, yang luar biasa bejatnya. Memang benar, seharusnya Kinkin mengirim Krisan ke alam akhirat lebih cepat.
Dalam bukunya, saya setuju dengan makna "Cantik itu Luka". Bagaimana peran Dewi Ayu dengan kecantikannya yang tak lagi menjadi standar, tapi juga mampu menjadi alat 'kontrol sosial'